Menceritakan semua tentang cita, cinta dan petualangan hidup.

Senin, 12 Desember 2011

Malaysia? Musuh kita? sama sekali BUKAN!

just copy-paste, tapi banyak manfaatnya gan
ambil positifnya :)

"Refleksi" Terima Kasih Malaysia
(Copy dr: BhMordan, Keluarga Pelajar Mahasiswa Kalimantan Timur)

Terima kasih Malaysia telah mengajari kami menghargai budaya bangsa kami sendiri (batik, reog ponorogo, rasa sayange) apabila tanpa pengakuan kalian Negara kami tidak akan pernah menghargai budaya sendiri karena pemudanya disibukkan dengan kebanggan budaya luar.


... Terima kasih Malaysia telah menyediakan ribuan lapangan pekerjaan (TKI) disaat kami tidak bisa menyediakan lapangan kerja yang layak bagi saudara-saudara kami (perlakukan mreka dengan lebih layak yah)


Terima kasih Malaysia telah memberikan tontonan yang mendidik bagi anak-anak kami (upin-ipin) disaat TV kami sibuk memberikan tontonan yang tidak layak. (Sinetron tak jelas)


Terima kasih Malaysia karena telah memberi kami pelajaran arti sebuah sejengkal tanah Negara kesatuan (daerah perbatasan, sipadan ligitan) Mungkin tanpa kalian pemerintah kami tidak akan pernah memperhatikan nasib-nasib daerah perbatasan dan saudara kami di perbatasan.


Terima Kasih Malysia telah memberikan kami pelajaran arti sebuah kegagalan, arti tidak meremehkan lawan, menerima kekalahan dengan sportif, mengakui kemenangan lawan dengan jantan, arti sebenarnya sebuah pertandingan (AFF & seagames)walaupun harus dibayar mahal dengan korban nyawa (turut berbela sungkawa).


Kita terlalu bangga dengan anggapan bahwa Malaysia dulunya belajar dari Indonesia, Tapi jaman sudah berubah Pak Guru yang Cuma tamatan SPG/Sekolah Pendidikan Guru (Indonesia) memiliki murid (Malaysia) 30 puluh tahun yang lalu, sekarang Pak guru masih menjadi Seorang Guru yang mulia tetap dengan pendidikan SPGnya dan sang murid telah meraih gelar Doctornya. Kita seharusnya banyak belajar dari Malaysia



"Tambahan dariku: Terima kasih Malaysia, karena saat semuanya hanya peduli dengan kepentingan masing-masing. Rasa nasionalis kami kembali tinggi saat Indonesia diusik oleh Malaysia

Selasa, 18 Oktober 2011

say hello lagi :D


Sedikit curhat atau share sama blog walking deh, lama ngga ngeblog lagi. Maap yaaa :D

Maklum, namanya juga anak kos, hemat laah buat ke warnet mahal, dan handphonenya ngga naik pangkat, ngga bisa buat ngeblog deh :’(

Lanjut gan....

Hal yang masih terngiang dalam otakku, masalah tentang penilaian temen­temen terhadapku. Dulu, ketika aku duduk di bangku kelas XII (sebelas) atau sebut saja kelas 2 (dua) SMA, waktu itu ada pelajaran BK (Bimbingan Konserling), tau lah BK itu ngapain aja. Nah, ini dia! Saat pelajaran BK ini aku dan temen­temen disuruh membuat semacam penilaian terhadap teman­teman di kelas. Penilaian tersebut berisi kelebihan dan kekurangan. Saya sebagai salah satu peserta yang mengikuti penilaian tersebut sebenarnya heran dengan apa yang dituliskan oleh teman­teman dalam kertas yang bertuliskan namaku. Jika dibulatkan hasilnya sebagai berikut;

Kelemahan:
1)      65% pendiam
2)      5% ngantukan (mungkin melihat wajah gua temen­temen langsung bisa menilai begini)
3)      20% panikan (nyadar deh...*kemudian hening*)
4)      10% pelupa (tapi ngga mungkin aku melupakanmu :* #eaaa )

Kelebihan:
1)      50% pendiam
2)      5% ngga pelit (kok sedikit banget ya...)
3)      15% rajin (secara yah gua duduk di depan guru terus ­_­)
4)      5% berwibawa (saya kira ini efek ekskul pram***, hehe)
5)      10% dewasa (entah pandangan mereka macam apakah, gua juga kagak ngerti ­_­)
6)      5%nya lagi apa yah? RAHASIA :p

KESIMPULANNYA! #jengjengjengjeeeng

Berasa ada yang rancu ngga sih? Jelas tertera diantara baris kelemahan dan kelebihan yang teman­teman nilai dari diri saya. Satu kata, pendiam. Selain heran karena kenapa saya disebut pendiam, heran juga itu sebenernya temen­temen bisa mengklasifikasi atau tidak sih, sebenernya pendiam itu kelemahan atau kelebihan to, pengen tanya ke guru bahasa Indonesia deh ­­”
Namanya pendapat ngga ada yang salah ko :)
Mungkin menurut sudut pandang teman sekelas saya memang begitu, it’s okay :)
Walau saya merasa itu bukan saya, karena saya selalu berusaha untuk tidak menjadi pendiam, tapi pada tau ngga sih apa yang saya rasakan? Susah, ya, sulit...
Tapi banyak sisi lain yang temen­temen ngga tau da ngga bakal tau, because no body know me :)
Di sisi lain itu, aku terkenal periang, cerewet, ngga bisa diem, dan lain sebagainya (pengaruh lokasi dan teman­teman juga sih) itu lah aku di sudut lain; IKSAPALA. 
Lantas, yang benar aku tuh cerewet atau pendiem? Cari tau aja sendiri :D

Memang hanya Tuhan yang tau,


Sedih, senang, bimbang, maupun riang...
Aku yang termenung di depan layar komputer, membuka jejaring sosial dengan status:
“alhamdulillah masih bisa tersenyum”
tapi siapa yang tau kalau ternyata disaat itu juga dan di depan layar itu pula mataku berkaca­kaca? Tentu bukan kamu, dia, atau mereka yang sedang berada di satu situs yang sama.
Terus siapa? Dan kenapa mereka tak mengetahuinya? kenapa tak ada yang merasakannya?
Ah iya, aku lupa ini dunia maya
Dunia tanpa tau apa yang aku rasa

Kemudian aku pergi ke dunia nyata,
“katanya” dunia yang jauh berbeda dengan dunia maya

Ah, ternyata sama saja
lebih­lebih menyakitkan dari dunia maya
mereka yang jelaas­jelas di depan mataku
mereka yang jelas­jelas ada di sampingku
dan mereka yang memelukku erat pun tak bisa merasakan apa yang aku rasa
apakah karena Tuhan meletakan hati ini terlalu dalam?
Sepertinya begitu...

Aku kembali ke dunia mayaku, karena disini aku merasa lebih baik
Walau berbicara sendiri di dinding
Walau tertawa sendiri
Walau menangis sendiri
Walau harus berbohong mengatakan bahwa aku baik­baik saja, namun setidaknya itu sebuah do’a supaya kelak lekas membaik^^

Namun aku masih belum mengerti, kenapa di ciptakan dunia yang begitu berbeda?
Hanya Tuhan yang tau :)

Jumat, 30 September 2011

Karena Ijin Allah


Ya Allah
Bila ditanya siapa yang paling hamba sayang?
Jawabnya adalah, Engkau
Bila ditanya siapa yang paling hamba rindu?
 Jawabnya adalah, Engkau

Namun ya Allah
Ijinkanlah setetes rasa sayang hamba ini
Hamba berikan kepadanya
Ijinkanlah sebutir rasa rindu hamba ini
Hamba berikan kepadanya

Ya Allah
Hamba mencintainya karena­Mu

Yogyakarta, 30 September 2011
Anggia Zainur Rahmah

Jumat, 12 Agustus 2011

Sampai Jumpa, Mentari


Ketika aku membuka mata pagi ini, hujan terus menerus datang menghalangi Mentari. Awan hitam tak kunjung hilang, Ia tak berhenti menemani hari-hari ku yang menjadi kelam. Angin badai serta gemuruh yang makin membuatku takut, sangat takut. Ku coba memberanikan diri keluar tempatku singgah ini. Perlahan ku buka pintu rumah, aku ingin mencari sang Mentari, aku rindu hangatnya, aku rindu senyumnya. Namun, ketika aku buka pintu ini, tanpa sopan santun angin itu mendesak masuk dan menghancurkan isi rumah. Sedih, sangat sedih. Kenyataan ini pahit aku rasakan.
Perjalananku tak hanya sekedar ketika aku membuka pintu, ini baru awal. Walau pahit ku rasakan, sakit ku alami, tapi tetap aku coba berdiri dan menerjang angin kehidupan ini untuk mencari Mentari. Satu yang aku harapkan, semoga pencarianku tidak sia-sia.
Langkah awal baru ku mulai, ternyata satu langkah setelah pintu ini banyak terdapat batuan terjal. Mungkin tanpa alas kaki akan membuat langkah ku tergores batuan terjal ini, maka aku ambil alas kaki untuk memperkuat langkahku ini. Jalanku masih lurus, hingga tiba belokan yang membingungkan. Aku ini sebenarnya akan belok kanan atau kiri, entah lah, mungkin tanpa peta aku tak bisa jalani perjalananku ini. Untung aku ingat untuk selalu bersamanya, dan peta pun menemani perjalananku, karena kami bersama ingin melihat Mentari lagi.
Tikungan demi tikungan aku lalui, kini hampir saja aku terjatuh sedalam dalamnya karena jurang yang begitu terjal, aku butuh tali pikirku. Karena aku sudah hampir terjatuh, ku gunakan tali untuk membantu ku bangkit kembali dan mencapai puncak bertemu Mentari.  Sesampainya di puncak ternyata harapanku kosong, Mentari pun sudah lelah menunggu karena terlalu lama aku melangkah. Sedih tak berujung, aku hanya bisa meratapi ketidak berdayaanku. Satu malam penuh aku meratap di puncak itu tanpa Mentari, dan bulan maupun bintang pun enggan menemani. Malu aku, pikirku begitu.
Namun, tiba sepertiga malam, aku sadar bahwa hidup itu bukan hanya mencari apa yang aku inginkan. Segala yang telah aku korbankan pasti akan ada hasil, pasti. Ternyata alas kaki, peta, dan tali itu hal terindah yang aku dapatkan dan harus aku syukuri mempunyai mereka. Aku bisa tetap kuat dan bertahan hingga saat ini juga. Dan akhirnya, pasti lebih indah.
Benar, pagi itu mentari menyapa sangat hangat. Lebih dari yang ku harapkan, bersama sang pelangi yang mendampingi. Oh Tuhan, betapa indahnya hariku saat itu. Aku tak bisa berkata apa-apa lagi, aku terpaku memandang takjub ciptaan-Mu itu. Thanks God!

Semangat matahari!


Hello bloggers!
Maaf ya, lama banget ngga update. Maklum, gua jarang online lewat PC dan hpku yang dulu sering buat update blog udah rusak gitu dan sekarang pake hp apa adanya #curcol (barang kali ada yang mau berbaik hati ngasih gua henpon baru, siapa mau? haha).
Sekarang tepatnya Selasa, 9 Agustus 2011, 22 hari menuju ulang tahunku (eciee, iklan nih gan. Prinsip tetep, barang kali ada yang… emmm :p) haha.
Bercanda deh, ngga boleh berharap gitu, sekarang kan lagi bulan Ramadan (apa hubungannya yah? Hubungkan saja lah)
Anggap aja ini sebagai kata pengantar yang mengantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaannya, maka oleh karena itu bentar lagi agustusan (lagi-lagi ngga nyambung sama konteks, maaf ya readers). Ah iya, biasanya tuh kalau udah denger kata-kata “tujuh belas agustus”, “tujuh belasan”, atau “agustusan”, di pikiranku tuh langsung kebayang yang meriah-meriah gitu. For example: lomba panjat pinang, gigit duit (yang gua liat mereka pada nggigit-nggigit duit gitu, ngga tau deh namanya apah - ,-), mainan gapyak bareng-bareng, makan krupuk gantung, dan masih banyak lagi.
Emmm, kira-kira tujuh belasan kali ini gimana ya? Ada yang lomba makan kerupuk ngga ya? Padahal aku kan mau menang dilomba ini, apa lombanya pas lagi pada saur yah? Atau pas lagi buka puasa kali ya sambil nunggu tarawih. Asik dongs!
Maaf ya readers, ini semua akibat penggalauan selama beberapa bulan lalu. Hidupku bener-bener berputar 180 derajat, semuanya berubah. Ketika aku menemukan hal-hal baru, keluarga baru, temen-temen baru, dan ‘ehem’ juga. bulan-bulan lalu bener-bener jadi kisah yang amat sangat panjang, bener-bener mengukir sejarah hidupku, dari sekolahan eh kuliahan baru.
Yes, now I’m student of yogyakarta state university on economic education S1 program.
 Jujur awalnya ngga niat kuliah disini, setelah aku ngerasain dua bulan di depok (bimbingan belajar dan beastudy perhimak, universitas Indonesia) yang setiap saat aku muter-muter UI, udah dapet banget ‘feel’nya di sana. cita-citaku awalnya pengen dapet psikologi UI, pengen banget. Jujur, waktu pengumuman penerimaan SNMPTN dan hasilnya aku keterima tapi bukan di UI, rasanya beeeh! Sakit banget. Tapi udah lah, pikiranku aku balik. Mencoba menguatkan dan berkata, “mungkin rejekiku emang disini” .
Masih kebawa sakit, tapi justru jadi semangat aku buat ningkatin, buat ngeraih cita-citaku ini. Tryout demi tryout aku lakuin, aku kira hasilnya emang lebih baik dari hari-hari sebelum SNMPTN. Makin pede aja rasanya. Tapi waktu tiba detik-detik pembayaran registrasi di UNY, duniaku galau. Tiba saatnya aku merogoh kocek sebesar Rp 6.350.000,00 nominal yang bagiku amat sangat besar. Mati lah aku, saat itu lagi bingung belum dapet cita-cita malah suruh mbayar segitu dengan segera. Yaudah lah, lagi-lagi aku berfikir “yah, mungkin memang rejekiku disini”.
Persiapan buat SIMAK UI masih aku lakukan dengan senang hati, masih berharap bisa tembus psikologi lewat jalur ini tapi jujur udah pasrah, dan udah sedikit demi sedikit ikhlas buat mengabdi di UNY. Karena saking pasrahnya jadi begini lah, belajar pun udah kendor dan niat pun udah luntur sedikit demi sedikit.
Lagi-lagi pikirku, “udah deh nggi, rejeki kamu di UNY mungkin Alloh mengijinkan kamu buat jadi guru”. Kali ini pikiranku benar, aku bener-bener udah ngga ada usaha buat lepas dari UNY. SIMAK UI pun gagal tembus, dan USM STAN yang awalnya niat banget disitu pun ngga aku ikutin. Bener-bener pasrah aku sama UNY dan alhamdulillah ikhlas juga.
Kemarin OSPEK seneng banget rasanya, aku juga udah ambil 21 sks buat semester ini. Semoga lancar. Sedikit demi sedikit bisa  aku rasain juga ‘feel’nya :D
Ganbatte!