Pendakian Gunung Slamet: Slamet mean Safe, Safety First
Posted by anggiazainur on 07.32 with No comments
Waktu itu, bulan Maret 2016. Salah
satu tempat pelarian dari revisi skripsi. Sudah daftar jauh-jauh hari memang
untuk mengikuti Eat, Sleep, and Hike 7 (ESH7) yang diadakan oleh Cozmeed
Indonesia yang berlangsung pada 25 – 27 Maret 2016. Entah angin apa yang
membuat saya mendaftar acara tersebut, sendiri. Pendakian gunung Slamet 3428
Mdpl via Baturaden, Purwokerto.
Singkat cerita, saya membuka
email, dan mengecek list nama peserta. Fine. Tidak ada teman satu pun yang
berangkat dari Jogja. Oke tidak masalah. Saya pesan tiket kereta sendiri waktu
itu, dan booking rumah Indah Rahayu di Purwokerto untuk transit.
Cerita dimulai 23 Maret 2016 malam
hari, H-1 sebelum keberangkatan. Mendadak ada info sangat urgent dibutuhkan
darah O untuk anak penderita Leukimia di Sarjito, entah tidak kepikiran apapun
langsung menuju Sarjito untuk donor. Kurang lebih pukul 23.00 WIB, saya selesai
donor. Kemudian lanjut istirahat karena besok kereta pagi menuju Purwokerto
sudah berjalan. Singkat cerita, 24 Maret 2016, entah badan rasanya enak banget
buat tidur. Untung saja tidak bablas ke Cilacap ya. Masih dengan hawa ngantuk
dan agak sempoyongan, masih efek donor dan kurang tidur semalam. Kemudian Indah
menjemput di Stasiun dan kami memutuskan untuk dopping daging rendang favorit
di rumah makan padang. Entah kenapa masih juga mengantuk, akhirnya numpang
tidur dulu sebelum Technical Meeting pendakian nanti sore di Cartenz
Purwokerto. Sebenarnya persiapan masih sangat amat kurang, mendadak banget,
asli. Masih sibuk beli celana lagi karena kurang, beli gas, dan beli-beli
lainnya. Singkat cerita, sore hari saya berangkat TM, ternyata TM itu langsung
menuju basecamp pendakian Gunung Slamet via Baturaden. Asli, belum siap. Badan rasanya
masih kekurangan darah. Tapi semangat, bismillah.
Dari Cartenz Store Purwokerto
menuju basecamp kami naik mobil, karena saya terlambat dan tertinggal bus
rombongan. Alhamdulillah, mba dan masnya sabar menanti, jadi kita tetap
berangkat bersama walau terlambat. Alhamdulillah, yang tadinya berangkat
sendiri langsung jadi banyak teman dari Jakarta, Surakarta, Depok, Semarang,
Surabaya, dll. Asli, tidak terasa kalau dari Jogja berangkat sendiri.
Pendakian ini ada lebih dari 50
peserta dengan 8 perempuan dan sisanya adalah pria. Memang merupakan pendakian
dengan jalur yang tidak biasa. Biasanya kalau ke gunung Slamet kita melalui pos
Bambangan, Purbalingga. Oke, singkat cerita lagi, materi demi materi pendakian
sudah kami serap. Banyak hal yang saya dapat disini, bukan hanya teman dan
kesenangan, tapi materi pembekalan juga di alam bebas. Ya mirip waktu masih di
organisasi pecinta alam dulu. Tapi ada uniknya karena ada materi tentang alam
dan sosial media yang dibawakan oleh mas Jarwo (ini mas-mas yang lumayan sering
saya repotin, sampai nama saya disebut juga kan di blognya, maaf ya mas).
Setelah serangkaian acara
pembukaan dimulai waktunya istirahat, kami tidur di pendopo. Esok harinya, 25
Maret 2016, setelah sarapan dan keperluan lainnya kami mulai perjalanan pukul
9.00 WIB. Pemanasan dan lain-lain dulu sebelum jalan jauh. Kemudian naik mobil (jangan
dibayangkan, hanya untuk profesional driver, sampai merem-merem naiknya) menuju
gerbang pendakian (yang tidak ada wujud gerbangnya sama sekali). Oke, we are
ready to start the journey. Hello, Anggi. Lupa ya. Kondisi fisikmu yang
sebenarnya bagaimana?
Then, I’ll tell you all
something... belum ada satu jam perjalanan, fine. Saya terkena mountain
sickness (bisa tanya mbah google ms itu apa). Saya muntah, keringat dingin dan
segala macamnya tidak jelas. Warna muka? Jangan tanya, asli pucat sudah. Nah,
ini dia masa dimana saya mulai membuat repot mas Jarwo (instagramnya: @xspheriksx),
beliau menawarkan untuk membawakan tas carrier saya, jadi beliau membawa dua
tas carrier. Asli baik banget mas-mas anggota tim SAR sekaligus fotografer
profesional di perusahaan ternama di Jakarta yang satu ini #promote sebagai
ucapan maaf, hehe. Padahal dalamnya cukup lengkap beserta tenda dan teman-temannya.
Kebayang ya beratnya berapa. Sungguh, rasanya seperti pecundang sih waktu itu,
tapi mau bagaimana lagi. Menyadari kelemahan kadang harus. Singkat cerita,
mendaki tanpa beban adalah sesuatu yang tidak begitu sulit, hehe. Tapi lihat
wajah mas Jarwo malah jadi pucat, alhasil ada mas Tambor yang akhirnya
menawarkan untuk bertukar Daypack. Karena beliau tidak membawa tenda jadi
daypacknya jauh lebih ringan daripada tas carrier yang saya bawa. Oke, kita
lanjut perjalanan dengan bertukar muatan.
![]() |
Source: Instagram @journeysia saat melewati jalur Baturaden |
Singkat cerita, kurang lebih
pukul 15.00 wib, melewati POS II, hujan deras. Usut punya usut, mau cuaca cerah
atau mendung, di POS ini akan tetap hujan deras. Mulai banyak korban hypotermia
pada sesi ini. “Mas, jangan diem aja dong, please!”, itu yang saya teriakan
terus, bukan karena ngga suka didiemin, kalau itu udah biasa kok #malahcurhat. Namun,
ketika kondisi suhu di lapangan itu tidak bersahabat dan kita diam, kemungkinan
terkena hypo sangat tinggi dan resiko kematian juga tinggi. Jadi, pecicilan lah
kamu supaya badan tetap terjaga. Saya hanya bisa panik sembari menikmati dingin
hujan yang menusuk tulang. Sungguh, jas hujannya tidak begitu ngefek, tetap
basah kuyup dengan sepatu yang basah juga. Ditambah dengan banyaknya pacet
(red: lintah kecil) yang membuat diri ini semakin grogi. Namun, ada tips supaya
tidak terserah pacet. Ini tips langsung dari saya sebaga satu-satunya peserta
yang tidak kena pacet. Ternyata menggunakan geitter saja tidak cukup, karena
pacet kecil dan bisa menjangkau sampai area terjauh sekalipun. Saya menggunakan
trash bag untuk melindungi kaki dari air dan pacet juga tidak bisa masuk.
Hari sudah mulai gelap dan hujan
tak kunjung reda. Beruntungnya kami sudah menjamak sholat Ashar tadi dengan
Dhuhur sebelum hujan. Dititik ini, agak berlebihan memang, rasanya hampir tidak
kuat lagi. Hampir mati. Berjam-jam menggunakan pakaian basah dan hujan tak
kunjung berhenti dan kita dituntut untuk jalan terus. “Mas, ngga bisa berhenti
dan berteduh disini kah? Sebentar, aku ngga kuat lagi,” itu yang aku ucapkan
waktu itu ke mas Nasrul. Pecundang ya aku? Hmm. “Ngga bisa, kita ngga ada tenda,
dan kalau berhenti nanti hypo, sebentar lagi kok,” begitu jawabnya. Oke, tetap
berjalan dengan nafas kembang kempis. Singkat cerita kami menemukan tempat
berteduh sejenak di waktu maghrib, untuk makan mengisi tenaga, POS 3 kurang
lebih masih 3 jam lagi. Saya terpisah dengan mas Tambor yang membawa tas
carrier saya. Perlengkapan kami tertukar. Akhirnya diberi pinjaman kaos mas
Nasrul karena pakaian yang saya gunakan dari tadi sudah sangat basah. Istirahat
kurang lebih 30 menit dan kami melanjutkan perjalanan lagi hingga POS 3.
Pukul 21.00 wib, akhirnya di POS
3 tidak hujan, waktunya istirahat. Saya lupa kalau perlengkapan kami tertukar,
mas Tambor tidak ada kabarnya sama sekali. Saya meminjam baju, jaket, kaos kaki
milik mas dan mba yang ada. Baiknya mereka semua, tapi saya merasa merepotkan. Harus
jadi catatan ya, walau berkelompok, yang namanya di alam bebas, harusnya tidak
bergantung pada siapapun. Tenda pun akhirnya nebeng, satu tenda kapasitas 2
orang untuk berempat, luar biasa.
Pagi harinya, belum ada kabar
sama sekali dari mas Tambor, perlengkapanku semua di sana. Aku ngga mungkin
ngga pakai jilbab, stoknya habis, ini yang saya pakai pun cuma buff dengan
hoodie jaket supaya tetap menutup aurat. Baju, celana, dll juga ga bisa
merepotkan orang lain, mereka juga butuh. Perjalanan hingga puncak dan kembali masih
2 hari lagi. Finally, keputusan yang sangat berat. Akhirnya saya menyerah dan
memutuskan untuk turun. Supaya tidak ada korban selanjutnya yang saya repotkan.
Saya sadar, fisik dan perlengkapan juga kurang mendukung. Akhirnya saya turun
kembali dengan ditemani 1 porter, duh, lupa namanya siapa. Maaf.
Singkat cerita ternyata hujan kemarin cukup keren, kami balik melalui jalur yang sama namun tidak bisa, karena banyak pohon besar yang tumbang. Beruntungnya saya turun dengan mas Porter yang suka bikin jalur, jadi kami mblasak-mblasak di jalur lain. Kemudian, apa yang terjadi setelah turun? Ternyata kami menemukan mas Tambor beserta rombongan lainnya sedang berhenti dan akan turun. Ya Allah, beruntungnya saya memutuskan untuk turun. Jika tidak dan menanti sesuatu yang tidak pasti di atas sana, bisa merepotkan lebih banyak lagi orang. Sudah lah, singkat cerita lagi kami turun bersama rombongan lainnya yang turun juga. Berhubung jalur ini cukup mistis kami harus sampai bawah sebelum gelap, beruntungnya kami bisa lebih ngebut. Hingga maghrib sudah sampai gerbang pendakian dan menanti mobil jemputan. Singkat cerita kami kembali ke rumah mas porter, duh siapa ya. Kami istirahat, bersih diri dan menghirup udara segar dengan kaki ngilu. Disertai oleh-oleh pacet yang masih sempat menyedot darah beberapa orang di rumah.
Singkat cerita ternyata hujan kemarin cukup keren, kami balik melalui jalur yang sama namun tidak bisa, karena banyak pohon besar yang tumbang. Beruntungnya saya turun dengan mas Porter yang suka bikin jalur, jadi kami mblasak-mblasak di jalur lain. Kemudian, apa yang terjadi setelah turun? Ternyata kami menemukan mas Tambor beserta rombongan lainnya sedang berhenti dan akan turun. Ya Allah, beruntungnya saya memutuskan untuk turun. Jika tidak dan menanti sesuatu yang tidak pasti di atas sana, bisa merepotkan lebih banyak lagi orang. Sudah lah, singkat cerita lagi kami turun bersama rombongan lainnya yang turun juga. Berhubung jalur ini cukup mistis kami harus sampai bawah sebelum gelap, beruntungnya kami bisa lebih ngebut. Hingga maghrib sudah sampai gerbang pendakian dan menanti mobil jemputan. Singkat cerita kami kembali ke rumah mas porter, duh siapa ya. Kami istirahat, bersih diri dan menghirup udara segar dengan kaki ngilu. Disertai oleh-oleh pacet yang masih sempat menyedot darah beberapa orang di rumah.
![]() |
Source: Facebook. Foto Puncak Slamet |
Dari kisah ini, bisa ambil hikmah
dari perjalanan saya di Slamet kan ya? Kisah kegagalan yang memiliki makna
hidup.
Yup, safety is number one.
Yup, safety is number one.
Persiapan fisik dan mental.
Perlengkapan juga must ready.
Jangan bergantung pada orang
lain.
Salam Lestari!
0 komentar:
Posting Komentar
thanks for reading my post, give comment please.