BAGAIMANA MENYELESAIKAN SKRIPSI DENGAN BAIK
Baca judul ini langsung merinding
gitu ya bawaannya. Menyelesaikan “skripsi” dengan “baik’. Boro-boro baik, bisa
selesai aja bersyukur ya, hehe. Begitulah sedikit jeritan hati dari para
mahasiswa tingkat akhir hingga akut. By the way, pada jaman dahulu, saya bukan
mahasiswa rajin yang menyelesaikan segalanya dengan baik dan tepat waktu.
Hampir semua dosen di jurusan mengenal saya, tapi bagian kurang enaknya, yup,
bolosan. Walau pun dalam mind-map saya tidak ada keinginan untuk membolos satu
mata kuliah apapun. Namun, memang godaan di luar sana sangat banyak, guys.
Finally, saya membuat matriks untuk menyusun strategi di setiap semester. 30%
kesempatan absen harus termanfaatkan dengan baik, pikirku. Sehingga saya susun
matriks tersebut dengan susunan: mata kuliah dan berapa jumlah jam yang ada.
Jika saya berangkat, maka akan saya centang, jika saya ijin maka saya silang.
Sehingga saya paham betul tingkat kehadiran saya dan bagaimana saya bisa
memanage pembolosan ini. Hingga hampir setiap konsultasi rencana studi, bapak
Mustofa, M.Sc., beliau guru pembimbing akademik saya bertanya, “Anggi semester
depan mau bolosan lagi?”. “Tidak bapak, saya bukan membolos, saya hanya ijin
untuk agenda tertentu”.
Well... Padahal kita ketahui
bersama memang prosentase kehadiran menentukan Indeks Prestasi Kumulatif,
sehingga predikat Cumlaude sangat mustahil saya dapatkan dengan bertindak
seperti ini. Tapi, sekali lagi ini pilihan saya. Saya bukan orang yang terlalu
memikirkan hasil, tapi proses. Ini sudah cukup relevan dengan teori aksi dan
reaksi, hasil tidak akan mengkhianati proses. Walau jelas IPK dihitung dari
rumus kehadiran juga, hehe. Mengikuti kuliah umum di kampus tetangga selalu
jauh menarik, berdiskusi dengan para pakar dan praktisi jauh lebih menggoda,
dan beberapa agenda dengan Dinas Koperasi dan UKM, Dewan Perwakilan Rakyat DIY,
serta kantor pajak sering mewarnai masa perkuliahan saya. Tidak dipungkiri
kenapa saya lebih memilih itu kan? Hehe. Dear, seluruh dosen saya, maafkan
mantan mahasiswamu yang nakal ini, nggih.
Ok, back to the topic.
Menyelesaikan skripsi. Well, saya mahasiswa angkatan 2011, rekan-rekan saya
beberapa sudah lulus tepat waktu, Agustus tahun 2015. Sedangkan saya masih
terlalu asik berkecimpung di kampus, 2015 masih bahagia mendapat kesempatan study
ke negeri para TKI – Hong Kong, mengikuti Humanitarian Affair yang diadakan
oleh University Scholar Leadership Symposium. Skripsi? Belum kepikiran sama
sekali. Padahal kewajiban kuliah kelas sudah saya selesaikan awal semester 6
tahun 2014, karena saya termasuk rajin mengikuti semester pendek, jadi sering
ikut kelas senior hingga kehabisan SKS, di semester 7 tahun 2015 sudah tidak
kuliah lagi, hanya jalan-jalan ke Bali yang kita sebut dengan Kuliah Kerja Longholiday
(eh, Lapangan). Kemudian, tahun 2016, Februari akhir, usai sudah amanah di
organisasi kampus. Tidak ada alasan lagi untuk menghindari satu bendel yang
kita sebut, “SKRIPSI”. Walau sudah di sambi main, naik gunung, piknik dan
tralala trilili lainnya.
Kemudian satu pesan yang sangat
mengena hingga saat ini, pesan Line dari pak Rektor, Bapak Rochmat Wahab, “Anggia,
commited dengan hobby dan keahlian perlu terus dijaga, tapi yang jauh lebih
penting adalah skripsinya untuk tunjukkan kepada orang tua.” #jlebbb
#pakebanget seakan langit runtuh dan daun berguguran.
Mencoba membulatkan tekat bahwa
ini tidak main-main. Finally, dosen pembimbing saya mengirim pesan via
whatsapp, “Anggi, sudah selesai ya di Kopma? Jadi kapan proposal bisa
diajukan?”. Mengusap keringat sambil menjawab, “Segera, Pak”. Beliau pak Aula
Ahmad Hanafi Saiful Fikri, M.Sc. dosen pembimbing yang baik awalnya hingga lama
kelamaan badmood juga dengan saya. Beberapa hari kemudian saya serahkan
proposal, dan... “Ya, besok seminar. Urus kelengkapannya segera”, begitu yang
pak Aula sampaikan. “Pak, tapi... ini belum direvisi?”, “Sudah tidak apa, besok
juga direvisi dosen penguji”. Singkat cerita benar, saat seminar saya
benar-benar dibantai. Pertanyaan demi pertanyaan, coretan demi coretan. Nekat,
asli nekat banget. Tapi alhamdulillah terlampaui juga. Beliau lah pak
Supriyanto, M.M., dosen yang terkenal perfeksionis soal skripsi dan tugas
kuliah lainnya. Kebetulan sekali skripsi saya tentang analisis keuangan
perusahaan, dan sungguh tepat sekali beliau merupakan master manajemen keuangan
dari kampus tetangga - UGM. Saya yang dasarnya fokus pada koperasi dan
kewirausahaan ini, mencoba skripsi tentang keuangan, benar-benar dari nol dan
dihadapkan langsung dengan masternya. So perfect. Tapi saya optimis bahwa ini
mudah dan bisa sangat cepat dalam pengerjaannya daripada saya harus meneliti
koperasi.
Ok, singkat cerita, yang tadinya
dibantai langsung bisa selesai dalam waktu 3 bulan lebih berapa hari. Ini
karena disambi main, revisi 1 hari, mainnya sebulan. Astaghfirullah... sempat
juga cidera kaki hingga tidak bisa jalan dengan normal beberapa waktu, kecelakaan
tunggal di jalan kaliurang KM 5, sungguh, memalukan. Mampir kopma dulu, melihat
kaki bocor, baru ke RS Sarjito, nambal dulu. Selang berapa hari belum sembuh
bocor alus dikaki, luka masih basah, sudah ditambah cidera engsel kaki lagi
karena lompat-lompat kursi kampus, ini jauh memalukan. Akhirnya ke klinik
terapi cidera di kampus. Selang beberapa waktu, Bapak pembimbing yang baik
hingga badmood ya karena ini, beliau chat lagi, “Bagaimana revisinya?”. Saya
jawab, “Segera Pak, saya masih mengerjakan di Bareskrim Depok”. Harus disambi
wawancara kasus penggelapan dan penipuan yang dialami para pengusaha persewaan
kamera di Jogja saat itu karena ada sindikat penipu yang merupakan tahanan lama
yang udah mondar mandir penjara, jadi udah pengalaman banget lah soal pemalsuan
identitas. Wis, complicated banget lah, haha. Seru. Namun.... akhirnya selesai
juga, saya ujian bulan Juni pertengahan dan benar-benar ngebut revisi hingga
terdaftar yudisium bulan Juli juga, karena saya mengejar wisuda Agustus 2016.
Banyak yang dikorbankan, termasuk
tiket ke Malaysia yang hangus karena waktunya tidak terkejar saat revisi
skripsi. Maaf ya teh Devie, jadi harus berangkat sendirian ke negeri jiran.
Banyak hal yang bisa dipetik dari
kisah saya dalam berjuang menyelesaikan skripsi. Baik? Jelas tidak. Saya
mahasiswa agak menyimpang memang, tapi selalu berusaha lurus dan membuat makna.
Teman-teman yang sedang menyusun
skripsi, coba bulatkan lagi tekat kalian. Alasan kenapa kalian harus banget
menyelesaikan itu semua. Kadang memang, “AH yang penting lulus tepat pada
waktunya”. Big, No. Itu kalimat andalan saya dulu memang, tapi... itu akan
menunda waktu kalian untuk welcome to the real world. Yang jauhhh jauhh lebih
membutuhkan waktu dan tenaga kalian. Ingat, keluarga di rumah menanti. Dan
ingat, sehari menunda skripsi sama dengan sehari menunda pertemuan kalian
dengan jodoh #eh #kokbisa
Ok, back to the point. Skripsi
yang baik adalah skripsi yang dikerjakan ya guys, malas itu bukan pilihan! :)